Saya Pingin Jadi Wartawan Sampai Mati
Jujur, saya tak pernah punya cita-cita mau jadi wartawan. Kata ibunda saya Hajjah Syamsiar (almarhum) cita-cita saya katanya mau jadi tentara, seperti pekerjaan orang tua laki-laki, haji Abdul Aziz di Kodam 17 Agustus (sekarang Kodam Bukit Barisan).
Tapi entah kenapa orang tua saya memasukan ke pesantren Thawalib Padang panjang sekolah yang didirikan oleh inyiak raaul orang tua buya Hamka. Sebagai santri, saya dan teman-teman yang berdatangan dari berbagai provinsi di tanah air, seperti dari Aceh, medan Sumatera Utara, lampung, Riau dan bengkulu.
Sebagai seorang santri setiap hari saya harus hàfal banyak hadist dan ayat Alquran . Khusus hadiat menimal 3 hadiat setiap dan beberapa ayat dari kitab suci al-quran.
Selama belajar di Perguruan Thawalib banyak ilmu dan pengalaman yang saya dapati. Khusus bahasa, saya juga bisa bahasa Aceh dan Batak, serta bahasa Melayu yang belajar dari santri dari berbagai daerah tersebut.
Kemudian saya ikut belajar berorganisasi di Pelajar Islam Indonesia (PII). Selama jadi anggota PII itulah saya banyak dapat ilmun pengetahuan tentang dunia politik di tanah air. Bahkan di PII saya juga dajari bagaimana cara yang baik dan benar menjadi pemimpim yang selalu taat dan patuh pada firman Allah dan hadist Nabi Muhammad.
Kemudian saya ikut belajar berorganisasi di Pelajar Islam Indonesia (PII). Selama jadi anggota PII itulah saya banyak dapat ilmun pengetahuan tentang dunia politik di tanah air. Bahkan di PII saya juga dajari bagaimana cara yang baik dan benar menjadi pemimpim yang selalu taat dan patuh pada firman Allah dan hadist Nabi Muhammad.
Setamat dari Thawalib saya melanjutkan sekolan ke Isntitut Agama Islam Negeri (IAIN) dan sekarang berganti nama menjadi Universitas Islam Negeri (UIN).
Di UIN saya memilih Fakultas Dakwah dengan jurusan Bimbingan Penyuluhan Masyarakat dan jujur saya juga ndak berpikir benar setelah tamat UIN mau jadi apa.
Kemudian di kampus UIN jalan jendral sudirman saya lebih menyibukan diri membaca berbagai judul buku dan bahkan saya setiap hari pergi membaca buku komik atau buku cerita di Pasar Raya Padang yang secara tioriris tak ada hubungannya dengan mata kuliah di kampus. Yang jelas saya hobi membaca apa aja yang saya dan langasung baca.
Hamdallah keinginan orang tua menyekolahkan saya di IAIN berhasil dengan diwiasudanya saya dan berhak memakai gelar, DRS didepan nama saya.
Setelah tamat dan diwisuda banyak teman-teman saya yang menjadi PNS (kini ASN). Tapi saya lebih memilih jadi wartawan di Harian Sriwijaya post yang termasuk grup Kompas gramedia.
Yang unik dan hebatnya lagi , saya justru jadi wartawan olahraga yang waktu itu redakturnya Kurniati Abdullah yang juga mantan ketua PWI Sumatera Selatan.
Banyak ilmu yang saya peroleh seperti berkenalan dengan atlet nasional seperti lifter tangguh Nanda Talambua pemecah rekor dunia angkat berat dunia.
Kumudian tahun 1998 saya kembali ke Kota Padang kampung nenek dan kakek saya dan selanjutnya menerbitkan mingguan Tabloid Bijak bersama salah seorang tokoh politik Ranah Minang, Abdul Kadir Usman yang juga ketua Puskud Sumbar. Bahkan saat menerbitkan tabloid bijak, saya dimbimbing langsung kanda Fachrul Rasyid yang waktu itu wartawan majalah Tempo dan kemudian pindah ke majalah Gatra.
Selama jadi wartawan ada kenangan yang tak bisa saya lupakan tentang tragedi atau tingkah polah mahasiswaal IKIP (sekarang jadi UNP) yang dengan tindakan amoral memporakperandakan kartor Tabloid Bijak yang bermarkas di Padang Baru kecamatan Padang Barat.
Fakta itu menjadikan nama mingguan Tabloid Bijak viral karena diberitakan statiun televisi RCTI dan SCTP. Bahkan nyawa saya juga terancam denhan adanya urang bagak mendatangi kes.
Rumah saya dan untungnya semua yang dirusak mahasiswa tersebuf mereka ganti semuanya. Dalam perjalan mingguan Tabloid Bijak ada berita yang hebat dan dahsyat tentang kristenisasi di Ranah Minang.
Kini Tabloid Bijak cetak sudah terseok-seok dan jarang cetak. Namun kemajuan tehnolagi informasi saya buatlah Tabloidbijak.com yang bisa dibaca melalui handphone.
Sebagai wartawan yang sudah baun tanah saya menyibukan diri dengan menayangkan Tabloidbijak.com online. Dan bisa dibaca dengan handphone seluler di manva negara.
Kedepan saya berharap munculnya wartawan-wartawan muda yang bermoral. Semoga!!!